SEJARAH PERKEMBANGAN THARIQAT DI INDONESIA

SEJARAH PERKEMBANGAN THARIQAT DI INDONESIA

Pendahuluan

Berbicara tentang perkembangan tarekat di Indonesia tentu tidak akan bisa lepas dari agama Islam berasal. Islam berasal dari jazirah Arab dibawa oleh Rasulullah, kemudian diteruskan masa Khulafa ar-Rasyidin ini mengalami perkembangan yang pesat. Penyebarluasan Islam ini bergerak ke seluruh penjuru dunia. Islam datang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia.[1]

Tarekat berasal dari bahasa Arab : tarekaq, jamaknya tara’iq. Secara etimologi berarti : (1) jalan, cara (al-kaifiyyah); (2) metode, sistem (al-uslub); (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab);[2] Menurut  istilah …tarekat berarti perjalanan seorang saleh (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan [3]

Dalam tasawwuf seringkali dikenal istilah Thariqah, yang berarti jalan, yakni jalan untuk mencapai Ridla Allah. Dengan pengertian ini bisa digambarkan, adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian sufi menyatakan, At thuruk bi adadi anfasil mahluk, yang artinya jalan menuju Allah itu sebanyak nafasnya mahluk, aneka ragam dan macamnya. Orang yang hendak menempuh jalan itu haruslah berhati hati, karena : Ada yang sah dan ada yang tidak sah, ada yang diterima dan ada yang tidak diterima. (Mu’tabarah. Wa ghairu Mu’tabarah)

Ada beberapa hal yang menjadi penting dalam pembahasan sejarah perkembangan tarekat di Indonesia, yakni :

  1. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan tarekat
  2. Periodisasi sejarah perkembangan tarekat di Indonesia
  3. Penutup
  1. Pembahasan
  1. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan tarekat

Sebenarnya membicarakan tarekat, tentu tidak bisa terlepas dengan tasawuf karena pada dasarnya Tarekat itu sendiri bagian dari tasawuf. Di dunia Islam tasawuf telah menjadi kegiatan kajian keislaman dan telah menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri. Landasan tasawuf yang terdiri dari ajaran nilai, moral dan etika, kebajikan, kearifan, keikhlasan serta olah jiwa dalam suatu kehkusyuan telah terpancang kokoh. Sebelum ilmu tasawuf ini membuka pengaruh mistis keyakinan dan kepercayaan sekaligus lepas dari saling keterpengaruhan dengan berbagai kepercayaan atau mistis lainya. Sehingga kajian tasawuf dan tarekat tidak bisa dipisahkan dengan kajian terhadap pelaksananya di lapangan.

Dalam hal ini praktek ubudiyah dan muamalah dalam tarekat walaupun sebenarnya kegiatan tarekat sebagai sebuah institusi lahir belasan abad sesudah adanya contoh kongkrit pendekatan kepada Allah yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. kemudian diteruskan oleh Sahabat-sahabatnya, tabiin, lalu tabi’it taabiin dan seterusnya sampai kepada Auliyaullah, dan sampai sekarang ini. Garis yang menyambung sejak nabi hingga sampai Syaikh tarekat yang hidup saat ini yang lazimnya dikenal dengan Silsilah tarekat.

Tumbuhnya tarekat dalam Islam sesungguhnya bersamaan dengan kelahiran agama islam, yaitu ketika nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi nabi Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali bertakhannus atau berkhalwat di gua Hira. Disamping itu untuk mengasingkan diri dari masyarakat Mekkah yang sedang mabuk mengikuti hawa nafsu keduniaan.[4] Takhannus dan khlalwat Nabi adalah untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh problematika dunia yang kompleks. Proses khalwat yang dilakukan nabi tersebut dikenal dengan tarekat. Kemudian diajarkan kepada sayyidina Ali RA. dan dari situlah kemudian Ali mengajarkan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya sampai akhirnya sampai kepada Syaikh Abd Qadir Djailani, yang dikelal sebagai pendiri Tarekat Qadiriyah.[5]

Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali mengatakan bahwa : Tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/ maqamat. Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, Pertama ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brother hood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah. Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: system kerahasiaan, sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki seperti khalifah tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub.

  1. Periodisasi sejarah perkembangan tarekat di Indonesia

Kekurangan informasi yang bersumber dari fakta peninggalan agama Islam. Para kiai dan ulama kurang dan bahkan dapat dikatakan tidak memiliki pengertian perlunya penulisan sejarah.[6] Tidaklah mengherankan bila hal ini menjadi salah satu sebab sulitnya menemukan fakta tentang masa lampau Islam di Indonesia. Islam di Indonesia tidak sepenuhnya seperti yang digariskan Al-Qur’an dan Sunnah saja, pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa kitab-kitab Fiqih itu dijadikan referensi dalam memahami ajaran Islam di perbagai pesantren, bahkan dijadikan rujukan oleh para hakim dalam memutuskan perkara di pengadilan pengadilan agama.[7] Islam di Asia Tenggara mengalami tiga tahap : Pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India, dan Persia disekitar pelabuhan (Terbatas). Kedua : datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris di semenanjung Malaya, dan Spanyol di Fhilipina, sampai abad XIX M; Ketiga : Tahap liberalisasi kebijakan pemerintah Kolonial, terutama Belanda di Indonesia.[8] Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang memungkinkan terjadinya perubahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh luar tidak dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan dengan budaya yang dimilikinyam, maka  lahirlah dalam bentuk baru yang khas Indonesia. Misalnya :  Lahirnya tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, dua tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya Islam sebagai agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar. Islam berhasil tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan. Berbagai agama lainnya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat Indonesia. Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang diterima oleh rakyat sebagai ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan nuraninya.[9]

  1. Macam-macam Tarekat

Setidaknya ada ratusan tarekat yang telah berkembang di Dunia. Tentu untuk menjelaskan kesemua tarekat tersebut tidak cukup memuat di lembaran makalah yang hanya beberapa lembar ini. Untuk itu penulis hanya mengangkat beberapa tarekat saja yang paling tidak bisa memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada kita tentang Tarekat tersebut termasuk ajaran-ajarannya.

(1)   Tarekat Qadiriyah.

Qadiriiyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya yaitu Abdul al-Qadir Jailani yang terkenal dengan sebutan Syeikh Abd al-Qadir Jila al-Gawast al-Auliya. Tarekat ini menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spritualitas Islam, karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat di dunia. Kedati struktur organisasinya baru muncul beberapa dekade setelah kematiannya.

(2)   Tarekat Syaziiliyah

Pendirinya yaitu Abu al-Hasan al-Syadzili. Nama legkapnya adalah Ali ibn Abdullah bin Abd Jabbar Abu al Hasan al-syadziili.[10] Beliau dilahirkan di desa Ghumarra. Terekat ini berkembang pesat antara lain di Tunisia, Mesir, Sudan, suriah dan semenanjung Arabiyah, masuk Indonesia khususnya di Wilayah Jawa tengah dan Jawa Timur.[11] Adapun pemikiran pemikiran terkat al-Syaziliyah antara lain : Pertama, Tidak menganjurkan kepada muridnya untuk meninggalkan profesi dunia. Pandangannya mengenai pakaian, makanan dan kendaraan, akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT. Meninggalkannya yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur, dan berlebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman.[12] Kedua, Tidak mengabaikan dalam menjalankan syariat Islam. Ketiga, Zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati dari selain Tuhan.. Keempat, Tidak ada larangan bagi kaum salik untuk menjadi Miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak tergantung pada harta yang dimilikinya. Seorang boleh saja mencari harta, namun jangan menjadi hamba dunia. Kelima, Berusaha merespon apa yang sedang mengancam kehidupan umat , berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami oleh banyak orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi. Menurut ajaran tarekat Syaziliyah mudah dalam perkara ilmu dan akal. Ajaran serta latihan–latihan penyucian dirinya tidak rumit dan tidak berbelit-belit. Yang dituntut dari para pengikutnya adalah meninggalkan maksiat, harus memelihara segala yang diwajibkan oleh Allah SWT dan mengerjakan ibadah-ibadah yang disunnahkan sebatas kemampuan tanpa paksaan. Bila telah mencapai tingkat yang lebih tinggi, maka wajib melakukan zikrullah sekurang-kurangnya seribu kali dalam sehari semalam dan juga harus beristigfar sebanyak seratus kali dan membaca shalawat terhadap nabi Muhammad SAW sekurang kurangnya seratus kali sehari semalam.[13]

(3)   Tarekat Naqsyabandiyah

Pendiri tarekat ini adalah Muhammad bin Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi. Lahir di Qashrul Arifah.[14] Ia mendapat gelar Syah yang menunjukkan posisinya yang penting sebagai pemimpin spiritual. Ia belajar Ilmu Tarekat pada Amir Sayyid Kulal al-Bukhari. Dari sinilah ia pertama belajar tarekat. Pada dasarnya tarekat ini bersumber dari Abu Ya’qub Yusuf al-Hamdani, seorang sufi yang hidup sezaman dengan Abdul Qadir Jailani.[15] Pusat perkembangan Tarekat Tarekat Naqsyabandiyah adalah di Asia Tengah, ke Turki, India, Mekkah termasuk ke Indonesia, melalui Jemaah Haji yang pulang ke Indonesia. Dalam perkembangannya mengalami pasang surut. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : Gerakan Pembaharuan dan politik. Penaklukan Makkah oleh Abd al-Aziz bin Saud berakibat besar terhambatnya perkembangan tarekat Naqsabandiyah. Karena sejak saat itu kepemimpinan di Makkah diperintah oleh kaum Wahaby yang mempunyai pandangan buruk terhadap tarekat.

Sejak itu tertutuplah kemungkinan untuk mengajarkan tarekat ini di Makkah bagi Jamaah haji khususnya dari Indonesia yang setiap dari generasi banyak dari mereka masuk tarekat.[16] Tarekat Naqsabandiyah mempunyai beberapa tata cara peribadatan, teknik spiritual dan ritual tersendiri, antara lain adalah : Pertama, Husy dar dam , Suatu latihan konsentrasi dimana seorang harus menjaga diri dari kehkilafan dan kealpaan ketika keluar masuk nafas, supaya hati selalu merasakan kehadiran Allah SWT . Kedua, Nazhar bar Qadam, “Menjaga langkah”. Seorang murid yang sedang menjalani khalwat suluk, bila berjalan harus menundukkan kepala , melihat kearah kaki. Dan apabila duduk, tidak memandang ke kiri atau ke kanan. Ketiga, Safar dar wathan.” Melakukan perjalan di tanah kelahirannya”. Maknanya melakukan perjalanan bathin dengan meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai mahluk yang mulia. Keempat, Khalwat dari anjuman, ” Sepi di tengah keramaian”. Kelima, Yad krad, ” Ingat atau menyebut”. Berzikir terus menerus mengingat Allah, baik zikir Ism al-Dzat(menyebut nama Allah)maupun zikir naïf Itsbat ( Menyebut La Ilaha Illa Allah )

(4)   Tarekat Khalwatiyah. Nama tersebut diambil dari nama seorang sufi ulama dan pejuang Makassar yaitu Muhammad Yusuf bin Abdullah Abu Mahasin al-Taj al-Khalwaty al-Makassary.[17] Sekarang terdapat dua cabang terpisah dari tarekat ini yang hadir bersama kita. Keduanya dikenal dengan nama Tarekat Khalwatiyah Yusuf dan Khalwatiyah Samman.[18] Tarekat Khalwatiyah ini hanya menyebar dikalangan orang Makassar dan sedikit orang bugis. Para khalifah yang diangkat terdiri dari orang Makassar sehingga secara etnis tarekat ini dikaitkan dengan suku tersebut.[19] Beliau yang pertama kali menyebarkan tarekat ini ke Indonesia. Guru beliau Syaikh Abu al- Baraqah Ayyub al-Kahlwati al-Quraisy.[20] bergelar ” Taj al- Khalwaty” sehingga namanya menjadi Syaikh Yusuf Taj al-Khalwaty. Al-Makassary dibaiat menjadi penganut Tarekat Khalwatiyah di Damaskus  Ada indikasi bahwa tarekat yang dijarkan merupakan penggabungan dari beberapa tarekat yang pernah ia pelajari, walaupun Tarekat Khalwatiyah tetap yang paling dominan.[21] Adapun dasar ajaran Tarekat khalwatiyah adalah : Pertama, Yaqza maksudnya kesadaran akan dirinya sebagai makhluk yang hina di hadapan Allah SWT. Yang maha Agung. Kedua, Taubah Mohon ampun atas segala dosa. Ketiga, Muhasabah, menghitung-hitung atao introspeksi diri. Keempat, Inabah, berhasrat kembali kepada Allah. Kelima, Tafakkur Merenung tentang kebesaran Allah. Keenam, I’tisam selalu bertindak sebagai Khalifah Allah di bumi. Ketujuh, Firar Lari dari kehidupan jahat dan keduniawian yang tidak berguna. Kedelapan, Riyadah melatih diri dengan beramal sebanyak-banyaknya. Kesembilan, Tasyakur, selalu bersyukur kepada Allah dengan mengabdi dan memujinya. Kesepuluh, Sima’ mengkonsentrasikan seluruh anggota tubuh dan mengikuti perintah-perintah Allah terutama pendengaran.[22]

(5)   Tarekat Syattariyah. Pendirinya tarekat Syaikh Abd Allah al-Syathary. Jika ditelusuri lebih awal lagi tarekat ini sesunggguhnya memiliki akar keterkaitan dengan tradisi Transoxiana, karena silsilahnya terhubungkan kepada Abu Yazid al-Isyqi, yang terhubungkan lagi kepada Abu yazid al- Bustami dan Imam Ja’far Shadiq. Tidak mengherankan kemudian jika tarekat ini dikenal dengan nama Tarekat Isyqiyyah di Iran, atau Tarekat Bistamiyah di Turki Utsmani. Sekitar abad ke lima cukup popular di Wilayah Asia Tengah, sebelum akhirnya memudar dan pengaruhnya digantikan oleh Tarekat Naqsabandiyah.[23] Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek dzikir dalam ajarannya. Para pengikut tarekat ini mencapai tujuan-tujuan mistik melalui kehidupan asketisme atau zuhud. Untuk menjalaninya seseorang terlebih dahulu harus mencapai kesempurnaan pada tingkat akhyar (orang yang terpilih) dan Abrar (orang yang terbaik). Ada sepuluh aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat Syattariyah ini, Sebagaimana yang di kutip dalam Ensiklopedi Islam[24] yaitu : Tobat, Zuhud, Tawakkal, Qanaah, Uzlah, Muraqabah, Sabar, Ridha, Dzikir dan Musyaahadah (menyaksikan Keindahan, kebesaran dan kemuliaan AllahSWT Dzikir dalam Tarekat Syattariyah terbagi ke dalam tiga kelompok yaitu : Kesatu, Menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan keagungan-Nya, Kedua, menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan Keindahan-Nya, Ketiga, menyebut nama-nama Allah SWT yang merupakan gabungan dari kedua sifat tersebut.

(6)   Tarekat Sammaniyah.

Didirikan oleh Muhammad bin Abdul Karim al-Madani al-Syafi’i al-samman, lahir di Madinah dari keluarga Quraisy. Di kalangan muridnya ia lebih di kenal dengan nama al-Sammany atau Muhammad Samman. Beliau banyak menghabiskan hidupnya di Madinah dan tinggal di rumah bersejarah milik Abu Bakar As-siddiq.[25] Guru – guru beliau Muhammad Hayyat seorang muhaddits di Haramain sebagai penganut tarekat Naqsyabandiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang penentang bid’ah dan praktik-praktik syirik serta pendiri Wahabiyah.[26], Muhammad Sulaiman Al-Qurdi, Abu Thahir Al-Qur ani, Abdul Allah Al-Basri, dan Mustafa bin Kamal Al-Din Al-Bakri. Mustafa bin kamal Al-Din al-Bakri (Mustafa Al-Bakri) adalah guru bidang tasauf dan tauhid dan merupakan Syaikh Tarekat Khalwatiyah yang menetap di Madinah.[27] Samman membuka cabang tarekat Al-Muhammadiyah.[28] Samman belajar tarekat Khalwatiyah, Naqshabandiyah, Qadiriyah, Syadziliyah. Dengan masuk menjadi murid tarekat Qadiriyah ia dikenal dengan nama Muhammad Bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Samman dalam perjalanan belajarnya itu ternyata tarekat Naqsabandiyah juga banyak mempengaruhinya, sementara itu tarekat Syadziliyah juga dipelajari oleh Samman sebagai Tarekat yang mewakili tradisi tasauf Maghribi.[29] Dari beberapa ajaran tarekat yang dipelajarinya, Samman akhirnya meracik tarekat tersebut, termasuk memadukan tekhnik-tekhnik zikir, bacaan bacaan, dan ajaran mistis lainnya, sehingga menjadi satu nama tarekat yaitu tarekat Sammaniyah.[30] Tarekat Sammaniyah ini juga berkembang di Nusantara, menurut keterangan dari Snouck Haugronje selama tinggal di Aceh, ia menyaksikan tarekat ini telah dipakai oleh masyarakat setempat.[31]. selain itu Tarekat ini juga banyak berkembang di daerah lain terutama di Sulawesi selatan. Dan menurut keterangan Sri Muliyati bahwa dapat dipastikan bahwa di daerah Sulawesi Selatanlah Tarekat Sammaniyah yang terbanyak pengikutnya hingga kini.[32]

Ajaran-ajaran pokok yang terdapat Tarekat ini adalah :

  1. Tawassul, Memohon berkah kepada pihak-pihak tertentu yang dijaadikan wasilah(perantara) agar maksud bisa tercapai. Obyek tawasul tarekat ini adalah Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, asma-asma Allah, para Auliya, para ulama Fiqih, para ahli Tarekat, para ahli Makrifat, kedua orang tua
  2. Wahdat al-Wujud, merupakan tujuan akhir yang mau di capai oleh para sufi dalam mujahadahnya.Wahdatul wujud merupakan tahapan dimana ia menyatu dengan hakikat alam yaitu Hakikat Muhammad atau nur Muhammad
  3. Nur Muhammad . Nur Muhammad merupakan salah satu rahasia Allah yang kemudian diberinya maqam. Nur Muhammad adalah pangkal terbentuknya alam semesta dan dari wujudnya terbentuk segala makhluk
  4. Insan Kamil, dari segi syariat Wujud Insan kamil adalah Muhammad dan sedang dari segi hakekat adalah Nur Muhammad atau hakekat Muhammad, Orang Islam yang berminat menuju Tuhan sampai bertemu sampai bertemu denganya harus melewati koridor ini yaitu mengikuti jejak langkah Muhammad.[33]

(7)   Tarekat Tijaniyah

Didirkan oleh syaikh Ahmad bin Muhammad al-Tijani, lahir di ‘Ain Madi, Aljazair Selatan, dan meninggal di Fez, Maroko. Syaikh Ahmad Tijani diyakini sebagai wali agung yang memiliki derajat tertinggi, dan memiliki banyak keramat,[34] menurut pengakuannya, Ahmad Tijani memiliki Nasab sampai kepada Nabi Muhammad . Silsilah dan garis nasabnya adalah Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Salim bin al-Idl bin salim bin Ahmad bin Ishaq bin Zain al Abidin bin Ahmad bin Abi Thalib, dari garis sitti Fatimah al-Zahra binti Muhammad Rasulullah SAW. Ahmad Tijani lahir dan di besarkan dalam lingkungan tradisi keluarga yang taat beragama. Beliau  memperdalam ilmu kepada para wali besar di berbagai Negara seperti Tunis, Mesir, Makkah, Medinah, Maroko. Kunjungan itu untuk mecari ilmu-ilmu kewalian secara lebih luas, sehingga ia berhasil mencapai derajat kewalian yang sangat tinggi.[35] Selanjutnya tarekat ini berkembang di Negara Afrika seperti Sinegal, Mauritania, Guinea, Nigeria, dan Gambia, bahkan sampai ke luar Afrika termasuk Saudi Arabia dan Indonesia.

Tarekat Tijaniah masuk ke Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi ada fenomena yang menunjukkan gerakan awal Tarekat Tijaniyah yaitu : Kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib dan adanya pengajaran Tarekat Tijaniyah di Pesantren Buntet Cirebon. Kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib tidak diketahui secara pasti tahunnya. Menurut penjelasan GF. Pijper dalam buku Fragmenta Islamica: Beberapa tentang Studi tentang Islam di Indonesia abad 20 sebagaimana yang di kutip oleh Sri Muliyati bahwa Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib datang pertama kali ke Indonesia, saat menyebarkan Tarekat Tijaniyah ini di Tasikmalaya.[36]

Berdarkan kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib ke pulau Jawa, maka Tarekat Tijaniyah ini diperkirakan datang ke Indonesia pada awal abad ke 20 M. namun menurut Pijper, sebelum tahun 1928 Tarekat Tijaniyah belum mempunyai pengikut di pulau jawa. Pijper menjelaskan bawha Cirebon merupakan tempat pertama diketahui adanya gerakan tarekat Tijaniyah. Pada bulan Maret 1928 pemerintah Kolonial mendapat laporan bahwa ada gerakan keagamaan yang dibawa oleh guru agama ( Kiyai) yag membawa ajaran Tarekat baru yaitu Tijaniyah.

Dari Cirebon ini kemudian menyebar secara luas ke daerah-daerah di pulau Jawa melalui murid-murid pesantren Buntet ini. Perkembanga tarekat ini pada akhirnya bukan hanya dari pesantren Buntet di Cirebon tetapi juga dari luar Cirebon. Seperti Tasikmalaya, Brebes dan Ciamis. Selanjutnya Mengenai ajaran ajaran Tarekat ini, pada dasarnya hampir
sama dengan tarekat-tarekat yang telah berkembang sebelumnya pendekatan kepada Allah melalui Dzikir. Ajaran Tarekat ini cukup sederhana , yaitu perlu adanya perantara ( wasilah) antar manusia dan Tuhan . Perantara itu adalah
dirinya sendiri dan para pengganti/wakil/naibnya. Pengikut-pengikutnya dilarang keras mengikuti guru-guru lain yang manapun , bahkan ia dilarang pula untuk memohon kepada wali dimanapun selain diriya.[37] Secara umum amalan zikir (wirid) dalam Tarekat Tijaniyah terdiri dari tiga unsur pokok yaitu, Istigfar, Shalawat, dan Hailalah. Inti ajaran zikir dalam Tarekat Tijaniyah adalah sebagai upaya mengosongkan jiwa dari sifat-sifat lupa terhadap Allah dan mengisinya secara terus menerus dengan menghadirkan jiwa kepada Allah SWT melalui zikir terhadap zat, sifat-sifat, hukum-hukum dan perbuatan Allah. Zikir tersebut mencakup dua bentuk,
yaitu zikir bil al-Lisan dan zikir bi al-Qalb.[38] Adapun bentuk amalan wirid Tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis yaitu, Wirid Wajibah dan wirid Ikhtiyaariyah, Wirid Wajibah yakni wirid yang wajib diamalkan oleh setiap murid Tijaniyah, tidak boleh tidak dan menjadi ukuran sah atau tidaknya
menjadi murid Tijaniyah. Wirid Ikhtiyariyah yakni Wirid yang tidak mempunyai ketentuan kewajiban untuk mengamalkannya, dan tidak menjadi ukuran syarat sah atau tidaknya menjadi murid Tijaniyah. Wirid Wajibah ini
terbagi lagi menjadi tiga yaitu (1)Wirid Lazimah, (2)Wirid Wadzifah, (3)Wirid hailalah.

(8)   Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah,  Tarekat ini adalah merupakan tarekat gabungan dari tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah (TQN). Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah yang terdapat di Indonesia bukanlah hanya merupakan suatu penggabungan dari dua tarekat yang berbeda yang diamalkan bersama-sama. Tarekat ini lebih merupakan sebuah tarekat yang baru dan berdiri yang di dalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga Naqsyabandiyah telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru. Tarekat ini didirikan oleh OrangIndonesia Asli yaitu Ahmad Khatib Ibn al-Ghaffar Sambas, yang bermukim dan mengajar di Makkah pada pertengahan abad kesembilan belas.[39] Bila dilihat dari perkembangannya Tarekat ini bisa juga disebut “Tarekat Sambasiyah” Tapi Nampaknya Syaikh al-Khatib tidak menamakan tarekatnya dengan namanya sendiri. berbeda dengan guru-gurunya yang lain yang memberikan nama tarekatnya sesuai dengan nama pengembangnya.[40] Sebagaimana kebiasaan ulama-ulama sebelumnya untuk memperdalam ilmu agama, kiranya mereka berangkat ke Makkah untuk memperdalam ilmu yang mereka miliki. Demikian pula halnya dengan Ahmad Khatib, ia berangkat ke Makkah untuk belajar Ilmu-ilmu Islam termasuk tasawuf dan mencapai posisi yang sangat di hargai diantara teman-temannya dan kemudian menjadi seorang tokoh yang berpengaruh di seluruh Indonesia. Diantara gurunya adalah Syaikh Daud bin Abd Allah bin Idris al Fatani, Syaikh Muhammad Shalih Rays, selain itu ia juga banyak mengikuti dan menghadiri kuliah-kuliah yang diberikan oleh Syaikh Bishry al-Jabaty, Sayyid ahmad al-Marzuki, Sayyid abd Allah ibn Muhammad al- Mirghany.[41]

Sebagaimana di singgung sebelumnya bahwa tarekat ini mengambil dua nama tarekat yang telah berkembang sebelumnya yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiyah. Tarekat Qadariyah sendiri dibangun oleh Abd Qadir Jilai
yang mengacu pada tradisi Mazhab Iraqy yang dikembangkan oleh al-Junaid, sedangkan Tarekat Naqsyabandiyah dibangun oleh Muhammad bin Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi yang didasarkan kepada tradisi al-Khurasany yang dipelopori oleh al-Bisthami. Di samping itu
keduanya juga mempunyai cara-cara yang berbeda terutama dalam menerapkan cara dan teknik berzikir. Qadiriyah lebih mengutamakan pada penggunaan cara-cara zikir keras dan jelas ( dzikr Jahr ), dalam menyebutkan Nafy dan Itsbath, yakni Kalimat La Ilaaha Illa Allah. Sementara Naqsyabandiyah lebih suka memilih dzikir dengan cara yang lembut dan samar ( Dzikr Khafy), pada pelafalan Ism al-Dzat,Yakni Allah-Allah-Allah.[42] Tarekat ini mengajarkan tiga syarat yang harus dipenuhi orang yang sedang berjalan menuju Allah, yaitu zikir diam dalam mengingat , merasa selalu diawasi oleh Allah di dalam hatinya dan pengabdian kepada Syaikh.[43].
Aturan dzikir yang telah diformulasikan oleh Syaikh Ahmad Khatib pada Tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah dalam bentuk Nafyi wa Itsbat atau dengan Ism al-Dza, merupaka satu bentuk bimbingan praktis yang didorong dan didasari ayat-ayat Al-Qur’an. Sehingga Thariqah, jalan spritualnya diformulasikan sedemikian rupa sehingga berzikir (mengingat Allah) menjadi
lebih efektif, mudah dirasakan dan diresapkan dalam hati orang yang melakukannya, baik dalam bentuk dzikir Jahr maupun dalam bentuk Sirr. Secara rinci Syaikh Ahmad Khatib merumuskan cara-cara meresapi zikir kepada Allah agar sampai pada tingkat hakikat atau kesempurnaan, yaitu
Pertama, Salik hendaklah berkonsentrasi dan membersihkan hatinya dari segala cela sehingga dalam hati dan fikirannya tidak ada sesuatu pun selain Zat Allah, Kemudian meminta limpahan karunia dan kasih sayangnya serta pengenalan yang sempurna melalui perantaraan Mursyid (Syaikh). Kadua
ketika mengucapkan lafal-lafal dzikir terutama Nafyi wa Itsbat La Ilaaha Illa Allah, hendaknya salik menarik gerakan melalui suatu trayek dibadannya, dari pusat perut sampai ke otak kepalanya. Kemudian ditarik kearah bahu kanan dan dari sana dipukulkan dengan keras ke jantung. Disini kepala juga ikut bergerak sesuai dengan trayek zikir. Dari bawah ke atas ditarik kata” La ” dengan ukuran tujuh mad, kemudian kata ilaha ditarik ke bahu kanan dengan ukuran yang sama dan akhirnya kata ” illallah ” dipukulkan ke jantung dengan ukuran yang lebih lama sekitar tiga mad. Dan yang ketiga  dengan memusatkan zikir pada titik-titik halus (Lathaif) dalam anggota badan. Titik-titik halus semacam Lathifah al-Qalb terletak di bawah susu kiri berukuran dua jari. Lathifah ar-Ruh terletak di bawah susu kanan berukuran dua jari. Lathifah as-Sirr terletak bertepatan dengan susu kiri berukuran dua jari. Lathifah al-Khafy letaknya bertepatan dengan susu kanan berukuran dua jari. Lathifah al-akhfa letaknya di tengah dada dan Lathifah an-Nafs letaknya dalam dahi dan seluruh kepala. Seadangkan unsur unsur yang empat (Anashir al-Arbaah) adalah seluruh anggota badan harus merasakan zikir dan merasakan hakikatnya. Maka di sinilah seluruh anggota badan dituntut untuk menyempurnakan dan melengkapi dalam membantu gerak zikir Lathaif.tadi.[44]
C. Penutup dan Kesimpulan

  1. Berdasarkan Uraian sebelumnya dapat difahami bahwa Tarekat
    sebanarnya telah ada Sejak munculnya Islam yakni tatkala Rasulullah
    SAW melakukan Takhannus atau berkhalwat di Gua Hira. Apa yang
    dilakukan Rasullah ini selain untuk mencari ketenangan hati dan
    kebersihan jiwa juga yang terpenting adalah mendekatkan diri kepada
    Allah SWT dengan khusyu. Sebagaimana pula halnya para penganut
    Tarekat pada Umumnya yang berusaha memaknai hidup ini dengan
    berusaha semaksimal mungkin mendekatkan diri kepada Allah SWT
    melalui Tarekat.
  2. Banyaknya Tarekat-tarekat yang tumbuh dan berkembang di Dunia
    Islam (Dinasti-dinasti Islam di Persia atau Jazirah arab dan sekitarnya) berdampak pula dengan menyebarkan Tarekat-tarekat ini di Nusantara. Diantara Faktor yang menyebabkan cepatnya tarekat ini berkembang di Nusantara adalah karena jalur perdagangan melalui laut yang sudah lancer yang bisa menghubungkan satu daerah dengan daerah lain di Nusantara bahkan di Dunia, Faktor lainnya adalah adanya kesadaran Ulama-ulama Indonesia untuk mendalami ilmu agama khususnya di luar Nusantara seperti di Makkah.
  3. Tarekat tidak bisa dibatasi dari aspek pemaknaan saja bersadarkan
    pemahaman yang telah berkembang sebelumnya yakni bahwa Tarekat
    merupakan jalan atau metode yang ditempuh untuk mendekatkan diri
    sedekat mungkin dengan Allah SWT. Kenyataannya bahwa Tarekat itu memiliki makna lain yang bisa lebih spesifik misalnya Tarekat di maknai sebagai faham Mistik yang dapat mendatangkan kekuatan gaib dan semacamnya.

Daftar Pustaka
Abu Hamid, Syeikh Yusuf Tajul Khalwat; Suatu Kajian Antropologi
Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madhal Ila al-Tasawuf al-Islamy Ali, Daud M, Hukum Islam Pengantar: Hukum dan tata Hukum Islam diIndonesia Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995

Azra Azyumardi, Islam di Asia Tenggara : Pengantar Pemikiran dalam Azyumardi Azra(Peny), Perpektif Islam diAsia Tenggara, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1989

————- Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia, Bandung:Mizan, 1998

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam,jilid 5,Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, Cet IV, 1997

http://www.Sufiesnews.com-Tarekat
Laili Mansur, H.M, Ajaran dan Teladan para sufi, Jakarta: Srigunting,
1996
Mubarok Jaih, Sejarah Peradaban Islam”, Bandung:Pustaka Bani
Quraisy, Cet II, 1995

Mansur Ahmad Suryanegara,Menemukan Sejarah Rencana Pergerakan Islam di Indonesia,Mizan Cet IV, 1998

Pijper, GF, Fragmenta Islamica: Beberapa tentang Studi tentang Islam di Indonesia abad 20, terjemahan oleh Tudjiman,Jakarata: UI Press, 1987
Snouck Hurgronje,C, Aceh:Rakyat dan Adat Istiadatnya (1), Jakarta
INIS, 1997

Sri Mulyati (et.al), Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat
Muktabarah di Indonesia,Jakarta: Kencana,Cet II, 2005

Thohir Ajid, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan
Politik Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau
Jawa,Bandung, Pustaka Hidayah, Cet I, 2002


[2] Ensiklopedi Islam, Cetakan keempat, Jild 5, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ( Jakarta  :  PT Ichtiar baru van hoeve, 1997), 66

[3] Ibid, hal 66

[6] Ahmad Mansur Suryanegara,Menemukan Sejarah Rencana Pergerakan Islam di Indonesia,Mizan Cet IV, 1998 hlm 73

[7] Ajid Thohir Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam Jakarta:Rajawali Press,
Cet I 2004hal 292

[8] Azyumardi Azra, Islam di Asia Tenggara : Pengantar Pemikiran dalam Azyumardi
Azra(Peny), Perpektif Islam diAsia Tenggara, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1989.hlm XIV , Lihat Juga Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam”, Bandung:Pustakla Bani Quraisy, Cet II,1995, hlm 222

[9] Ahmad Mansyur Suryanegara Sejarah,  hlm 157

[10] Ibid hlm 57

[11] Ibid hlm 65

[12] H.M Laili Mansur, Ajaran dan Teladan para sufi, (Jakarta: Srigunting, 1996) hlm 204

[13] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam hlm 3

[14] H.A Fuad Said, Hakekat Tarekat Naqsyabandiyah, (Jakarta : Al-Husna Zikra, 1996)
hlm 23.

[15] Dewan Redaksi Ensikloped Islam hlm 8

[16] Sri Muliaty ,Mengenal hlm 95

[17] Azyumard Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII: Melacak Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia, (Bandung:Mizan, 1998)hlm 212

[18] Ibid..hlm 117

[19] Sri Muliaty ,Mengenal. 127

[20] Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning…..hlm 286

[21] Ibid

[22] Abu Hamid, Syeikh Yusuf Tajul Khalwat; Suatu Kajian Antropologi Agama, (Ujung
Pandang, Disertasi Ph.D Universitas Hasanuddin, 1990), hlm 181

[23] Sri Muliaty ,Mengenal hlm 154

[24] Dewan Redaksi, Ensiklopedi Isalam jilid-5, hlm. 2

[25] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama hlm. 159

[26] Ibid

[27] Sri Muliaty ,Mengenal … hlm. 182

[28] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama…..hlm.160

[29] Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning…hlm.57

[30] Sri Muliaty ,Mengenal , hlm. 183-184

[31] C.Snouck Hurgronje, Aceh : Rakyat dan Adat Istiadatnya , (Jakarta : INIS, 1997).
hlm.182-183

[32] Sri Muliaty ,Mengenal , hlm. 214

[33] Ibid , hlm207-210

[34] Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam Jilid 5, hlm 102

[35] Sri Muliaty ,Mengenal, hlm 218

[36] GF. Pijper dalam buku Fragmenta Islamica: Beberapa tentang Studi tentang Islam di
Indonesia abad 20, terjemahan oleh Tudjiman,(Jakarata: UI Press, 1987). hlm 82

[37] Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam Jilid 5, hlm 102

[38] Sri Muliaty ,Mengenal, hlm 218

[39] Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, (Bandung: Mizan Cet
IV,1996), hlm 89

[40] Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik
Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa,(Bandung, Pustaka Hidayah,
Cet I, 2002), hlm 49

[41] Sri Muliaty ,Mengenal, hlm 255

[42] Ajid Thohir, Gerakan Politik, hlm 50

[43] Sri Muliaty ,Mengenal, hlm. Hlm 258

[44] Ajid Thohir, Gerakan Politik, hlm 75

Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar